
Foto-Foto: Dok. Studio Dapur
Kesejahteraan pengrajin bambu menjadi salah satu masalah sosial di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kondisi inilah yang mengetuk hati
Alain Bunjamin (27),
Maulana Fariduddin Abdulah (26) dan
Mega Pitriani Puspita (26) untuk mendirikan Studio
Dapur,
social entreprise berbasis desain pada tahun 2016 di Bandung, setelah mereka menyelesaikan kuliah di jurusan Desain Produk Institut Teknologi Nasional, Bandung.
Menurut Alain, selama kuliah, mereka sering bertemu dengan perajin dan tukang bambu, dan melihat langsung fakta tentang kesejahteraan perajin bambu yang di bawah rata-rata perajin produk-produk lain.
“Masalahnya, kualitas produk mereka sangat rendah karena mengejar target pesanan yang bisa mencapai ribuan per bulan. Sementara harga per satuan sangat kecil,” ungkap Alain.
Di lain sisi, kegemaran ketiganya di dunia kuliner membuat meerka kerap menghabiskan waktu di dapur. Bagi mereka, dapur lebih dari sekadar ruang masak. Dapur salah satu tempat membangun ikatan sosial, selain meramu dan memasak makanan.
“Bagi orang Sunda, dapur itu ibarat rahim, tempat manusia dibuahi. Kami pun menyatukan visi dan misi untuk menghadirkan produk-produk dapur terbuat dari bambu dengan desain yang menarik,” katanya.
Butuh waktu satu tahun bagi ketiganya mengembangkan desain produk bambu
dengan kualitas yang bagus sehingga bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi. Studio Dapur berkolaborasi dengan sekitar 15 perajin bambu di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya untuk mengembangkan produk.
Di masyarakat, produk bambu identik dengan produk dan material murah. Ini menjadi kendala sendiri dalam hal pemasaran, karena produk mereka hadir dengan harga premium karena berkualitas tinggi. Namun, mereka tidak menyerah, selama satu tahun mereka keluar masuk pameran untuk memasarkan produknya.
Meski ada banyak produk dapur dari bahan bambu, Alain menjamin bahwa produk Studio Dapur jauh lebih unggul karena menggunakan bambu berkualitas tinggi, dan tentunya dikerjakan dengan hati.
“Untuk proses serut saja, kami lakukan sebanyak tiga kali sampai benar-benar halus. Kami juga tidak menggunakan
varnish, karena
varnish beracun, berbahaya untuk makananan,” katanya, tegas.
Saat ini ada sekitar 50 varian produk Studio Dapur dengan harga mulai dari Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. Produk favorit mereka seperti Satwastu Tray, Suka Tray, Boana Food Cover, dan Kemala Box.
Selain bisa dibeli secara online melalui website
www.studiodapur.com dan juga lewat Instagram @studio.dapur, Studio Dapur juga bisa dibeli secara
offline di Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia Mall, Urban Quarter Plaza Indonesia, Lio Gallery Kemang, Jakarta dan salah satu galeri di Bali.
“
Project custom dari restoran, cafe dan hotel adalah sumber penjualan utama kami,” kata Alain.
Selama tiga tahun belakangan ini fokus pada mengembangkan keterampilan para perajin, ke depannya mereka menargetkan untuk meningkatkan produksi untuk eksport.
“Kami berharap memiliki kebun bambu sendiri, karena sumber bahan dasar sudah mulai berkurang karena penambangan pasir dan pembangunan rumah penduduk di sekitar lahan yang ditumbuhi tanaman bambu,” tutupnya. (
f)
Baca Juga:
Koling Indonesia, Kopi Premium Di Kakilima
Andy Fajar Handika: Sukses Kulina Menyediakan Makan Siang Terjangkau Untuk Karyawan Di Jakarta