
Foto: Shutterstock
Sejalan dengan penutupan tempat-tempat wisata dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai propinsi dan kabupaten/kota, jumlah wisatawan pun terus menurun yang berdampak pada industri oleh-oleh atau
souvenir di destinasi wisata.
Sebut saja jaringan pasar oleh-oleh dan barang kerajinan yang berkantor pusat di Bali, Krisna Group akhirnya merumahkan 1.200 orang karyawannya sebagai imbas COVID-19, seperti dikutip dari
www.beritasatu.com.
Tujuh
outlet Krisna yang tersebar di Bali, Surabaya, dan Jakarta sudah ditutup sejak Maret lalu. Selain jumlah pengunjung yang terus merosot di tengah pandemi COVID-19, pihak perusahaan juga berusaha untuk mengikuti himbauan pemerintah demi keselamatan para karyawan yang bekerja.
Imbas COVID-19 ini juga ikut dirasakan oleh
Wieke Anggarini, pemilik usaha Tahu Petis Yudhistira yang berpusat di Semarang. Beberapa
outlet miliknya di kawasan Jabodetabek, terutama yang berada di mal harus tutup karena mematuhi anjuran pemerintah.
Namun, COVID-19 tidak menjadi penghalang bagi Wieke untuk menjaga agar nilai penjualan tetap tinggi dengan mamaksimalkan
outlet yang masih buka. Dengan cepat ia beradaptasi pada perubahan perilaku konsumen dari
offline ke
online. Bahkan bila dibandingkan dengan masa ramadan tahun lalu, nilai penjualan tahun ini lebih tinggi sekitar 20-25 persen.
“Sebelum COVID-19, saya memang sudah melakukan antisipasi seperti menutup
outlet yang tidak
perform dan
budget operasionalnya, saya alihkan untuk biaya marketing. Melakukan promosi lewat media sosial,
marketplace, dan membayar
endorser,” kata Wieke dalam acara
talkshow virtual #WanwirSeries
Bisnis Makanan Saat Ramadan - Trik Cepat Beradaptasi & Ciptakan Sales yang digelar
femina dan tayang di Facebook Live Wanita Wirausaha Femina beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, selama masa COVID-19, pihaknya membuat
campaign yang meyakinkan konsumen bahwa produknya benar-benar higienis. Diproduksi, dikemas dan disajikan dengan mematuhi protokol kesehatan.
“
Brand utama usaha saya tahu petis. Namun, saya juga menjual lumpia Semarang,
frozen food berupa tahu walik dan bakso. Serta kopi siap minum dalam kemasan botol,” ungkapnya.
Di masa COVID-19 sempat merencanakan sebuah inovasi seperti menjual paket tahu petis dengan
handsanitizer. Tapi, karena ia rasa kurang pas, maka awal April 2020 ia memutuskan untuk menambah variasi produk dengan membuat
mpon-mpon, minuman sehat yang terbuat dari jahe, temulawak, kunyit, sereh, kayu manis, dan asam jawa.
“Permintaan minuman baru ini lumayan tinggi. Kami sudah berkali-kali melakukan produksi sejak pertama kali diluncurkan,” tutur Wieke.
Sementara itu, pengamat konsumen & pakar marketing,
Yuswohady dalam Webinar -
Covid-19 Kill Everything: The Fall and The Rise by Inventure Knowledge beberapa waktu lalu mengatakan bahwa selama masa COVID-19 ini, menambah variasi produk berupa
frozen food,
snack, sayuran dan produk lain untuk kebutuhan sehari-hari merupakan salah satu langkah tepat agar usaha tertap berjalan dan bertahan.
“Inovasi seperti ini dapat diadaptasi oleh
brand yang lain demi tetap menyelamatkan
cashflow dan menjadi diversifikasi (penganekaragaman) produk di masa
next normal atau setelah COVID-19 ini sudah berakhir nanti,” kata Yuswohady. (f)
Baca Juga:
Digital Marketing Makin Mudah, WhatsApp Bisnis Perkenalkan Fitur Pesan di Luar Jam Kerja
5 Kesalahan yang Paling Sering Dilakukan Pebisnis Kuliner Pemula
5 Kebiasaan Konsumen yang Berubah di Masa COVID19, Peluang Bagi Pelaku Bisnis