Peristiwa pengusiran dua orang berkulit hitam di salah satu kafe
Starbucks di Philadelphia pada April lalu telah membawa banyak perubahan dalam kebijakan kedai kopi yang memiliki 8000 gerai di dunia ini. Saat itu
Rashon Nelson dan
Donte Robinson yang sedang menunggu salah satu rekan mereka untuk
meeting ditangkap karena mereka tidak order apapun. Manajer kafe menelepon polisi, lalu kedua orang itu dibawa keluar dari kafe dengan tangan diborgol. Hasilnya: Starbucks menuai protes atas tindakan yang dinilai rasial tersebut.
Akibat peristiwa tersebut CEO Starbucks,
Kevin Johnson harus meminta maaf yang diikuti dengan rencana manajemen Starbucks untuk menutup 8000 gerainya pada tanggal 29 Mei untuk training ‘
racial-bias education’ pada lebih dari 175.000 karyawan. “Penutupan gerai kami untuk
training merupakan satu langkah dari perjalanan yang membutuhkan dedikasi mulai dari
entry level di perusahaan kami dan partnership di komunitas lokal kami,” ungkap Johnson dalam
statement.
Tidak berhenti pada
training, baru-baru ini diberitakan oleh cnnmoney.com, manajemen Starbucks telah mengumumkan kebijakan baru yang memungkinkan siapa pun untuk duduk-duduk di kafe Starbucks atau menggunakan toiletnya, tanpa harus memesan minuman terlebih dulu.
Dengan kebijakan ini siapa pun bisa masuk ke kafe dan duduk-duduk tanpa harus membeli apa pun. "Siapa pun yang memasuki ruang kami, termasuk teras, kafe, dan toilet, terlepas dari apakah mereka melakukan pembelian atau tidak, dianggap sebagai pelanggan," demikian pernyataan manajemen Starbucks dalam email kepada karyawan.
Meski kini siapapun bisa
hangout di kafenya tanpa terlebih dahulu membeli minuman dan makanan, Starbucks membuat batasan bagi pengunjung. Hal ini tentu saja, karena Starbucks juga tidak ingin kafenya tidak nyaman, dan agar toilet di gerai tidak menjadi toilet umum. Untuk mempertahankan lingkungan kafe yang tetap hangat dan ramah, Starbucks akan memberikan panduan untuk karyawannya, seperti jika pelanggan mengganggu ketertiban, karyawan bisa datang untuk menyampaikan teguran. Meski begitu, bagi para pekerja, berlakunya batasan ini masih terlihat rumit.
Sebagai jawaban, manajemen Starbucks akan membuatkan dokumen berupa panduan khusus untuk dibagikan kepada karyawan. Seperti mengeluarkan daftar perilaku yang tidak pantas, termasuk merokok, menggunakan obat-obatan atau alkohol, tidur atau menggunakan kamar kecil dengan tidak semestinya. Selain itu, karyawan Starbucks juga bisa melakukan teguran pada pelanggan yang berbicara dengan keras, menonton sesuatu yang tidak pantas, dan tidak menjaga kebersihan pribadinya dan orang lain.
Untuk menyikapi kondisi-kondisi tersebut, Starbucks menyarankan karyawan untuk mempertimbangkan apakah mereka akan terganggu oleh perilaku tersebut jika itu berasal dari konsumen lain, berkonsultasi dengan rekan kerja untuk melihat apakah mereka juga merasa perilaku pelanggan tersebut mengganggu. Jika demikian, karyawan diminta untuk mendekati pelanggan dan menegur dengan sikap hormat. Jika situasinya menjadi tidak aman, karyawan juga berhak untuk menelepon polisi.
Selama ini, Starbucks telah menempatkan bisnisnya sebagai tempat berkumpul bagi masyarakat sekaligus perusahaan yang sadar sosial. Dengan kasus yang terjadi di Philadelphia dan protes besar yang kemudian muncul membuat kafe kopi terbesar di dunia ini memikirkan kembali kebijakan-kebijakan mereka yang dinilai longgar dan tidak jelas tersebut dengan mengeluarkan beberapa langkah di bidang manajemen. Jadi, mau
nongkrong di Starbucks tanpa terlebih dahulu membeli minuman sah-sah saja, asal tahu aturan dan menghormati orang lain.
(f)
Baca Juga:
BISAKAH KONSUMEN YANG TIDAK ORDER APAPUN HANGOUT DI STARBUCKS?
7 KEDAI KOPI KEKINIAN FAVORIT DI INSTAGRAM, INSPIRASI BISNIS ANDA!
TREN KONSUMSI MENINGKAT, PENJUALAN KOPI TUMBUH SIGNIFIKAN