Kewirausahaan

Sukses Bukan karena Bakat

oleh Wanita Wirausaha Femina
 
“Tak punya bakat” atau “Dari kakek-nenek buyut saya, tak satu pun yang berbisnis”. Begitu biasanya jawaban dari orang yang kita nilai punya potensi menjadi pebisnis, namun ia tak juga menekuninya. Apa iya, untuk berbisnis dan menjadi sukses itu perlu bakat khusus?
 
Pakar marketing Rhenald Kasali Ph.D. memandang, bakat hanyalah sebuah opportunity. Namun, opportunity itu tidak akan menjadi sesuatu, jika tidak dikembangkan. Salah satu buktinya adalah Putera Sampoerna. Meski ia pengusaha hebat, tak ada satu pun anaknya yang menjadi pengusaha. ”Untuk jadi entrepreneur sejati, yang berperan bukan hanya bakat. Seseorang terbentuk bukan hanya karena genetika, melainkan karena orang itu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia itu menjadi sesuatu bukan by nature, melainkan by nurture,” Rhenald berpendapat.
 
Rhenald bercerita tentang anak pengusaha tekstil sukses di Pekalongan. Sewaktu kecil, setiap kali pulang sekolah, si anak ini menjadi kasir di toko. Sedikit lebih besar, ia membantu memonitor harga di pasar. Saat mendapat informasi bahwa harga naik, dia melapor pada ayahnya di pabrik. Ia dilatih ke pasar setiap hari, mendengarkan para pedagang ngobrol. Lama-kelamaan, anak ini pun melihat cara orang berdagang. Pasar itu menjadi semacam sekolah interaktif.
 
Seorang anak petani, kalau besarnya di kampung terus, dia akan jadi petani, karena bergaul di lingkungan petani. Tapi, ketika ia disuruh orang tuanya merantau, ia bisa jadi pebisnis, meskipun tak diwarisi bakat bisnis. ”Sebagai perantau, ia harus belajar hidup mandiri. Di sinilah, ia akan mengenal rasa takut. Misalnya, bila telah berkeluarga, ia akan merasa takut tak bisa memberi anak istrinya makan atau menyekolahkan anaknya. Percaya atau tidak, rasa takut itu menjadi modal awal untuk meraih kesuksesan,” ujar Rhenald.
 
Kenapa begitu? ”Karena, ketakutan itu mendorong orang untuk berusaha. Sehingga, misalnya, seorang perantau akan membuka warung. Itu sebabnya, kalau sudah punya anak, kita perlu mendidik anak-anak untuk berani dan mandiri, sebagai langkah pertama jadi pengusaha,” kata Rhenald.
 
Menurut ketua Magister Manajemen Fakultas Ekonomi UI ini, ada tiga etnis asli Indonesia yang bisa menjadi pengusaha andal, yaitu Bugis, Banjar, dan Minang. Ketiganya suku perantau. Bisa dibilang, mereka yang merantau akan lebih sukses. Paling tidak, di negeri lain mereka bisa bikin rumah makan Padang, buka warung kelontong, atau jualan di kaki lima.
 
Lalu, kenapa pula ada etnis tertentu yang tidak terdengar melahirkan pengusaha yang punya nama? ”Biasanya, orang dari etnis ini lahir dan menetap di kota kelahirannya. Mereka enggan merantau. Kalaupun buka warung, yang beli keponakannya, adiknya, pamannya, plus boleh ngutang. Kalau sedang tak punya uang, ia tinggal ambil beras di rumah tetangganya. Toh, tetangganya adalah saudaranya juga. Makan? Ke warung tetangga, yang juga saudaranya. Rasa terlalu nyaman hidup bersama saudara, membuatnya tak mandiri. Karena tak mandiri, ya, sulit jadi pengusaha sukses.”


Foto: Getty Images
 

 

Tim Wanwir
Femina Indonesia
Share This :

Trending

Related Article